Sabtu, 22 Juni 2013

Para Ulama Ahlul Hadits

Para ulama ahlul hadits mulai dari zaman sahabat hingga sekarang yang masyhur :

1. Shahabat
• Abu Bakr Ash-Shiddiq
• Umar bin Al-Khaththab
• Utsman bin Affan
• Ali bin Abi Thalib
• Ibnu Umar
• Ibnu Abbas
• Ibnu Az-Zubair
• Ibnu Amr
• Ibnu Mas’ud
• Aisyah binti Abubakar
• Ummu Salamah
• Zainab bint Jahsy
• Anas bin Malik
• Zaid bin Tsabit
• Abu Hurairah
• Jabir bin Abdillah
• Abu Sa’id Al-Khudri
• Mu’adz bin Jabal
• Abu Dzarr al-Ghifari
• Sa’ad bin Abi Waqqash
• Abu Darda’

2. Para Tabi’in :
• Sa’id bin Al-Musayyab wafat 90 H
• Urwah bin Zubair wafat 99 H
• Sa’id bin Jubair wafat 95 H
• Ali bin Al-Husain Zainal Abidin wafat 93 H
• Muhammad bin Al-Hanafiyah wafat 80 H
• Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud wafat 94 H
• Salim bin Abdullah bin Umar wafat 106 H
• Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash Shiddiq
• Al-Hasan Al-Bashri wafat 110 H
• Muhammad bin Sirin wafat 110 H
• Umar bin Abdul Aziz wafat 101 H
• Nafi’ bin Hurmuz wafat 117 H
• Muhammad bin Syihab Az-Zuhri wafat 125 H
• Ikrimah wafat 105 H
• Asy Sya’by wafat 104 H
• Ibrahim an-Nakha’iy wafat 96 H
• Aqamah wafat 62 H

3. Para Tabi’ut tabi’in :
• Malik bin Anas wafat 179 H
• Al-Auza’i wafat 157 H
• Sufyan bin Said Ats-Tsauri wafat 161 H
• Sufyan bin Uyainah wafat 193 H
• Al-Laits bin Sa’ad wafat 175 H
• Syu’bah ibn A-Hajjaj wafat 160 H
• Abu Hanifah An-Nu’man wafat 150 H

4. Atba’ Tabi’it Tabi’in : Setelah para tabi’ut tabi’in:
• Abdullah bin Al-Mubarak wafat 181 H
• Waki’ bin Al-Jarrah wafat 197 H
• Abdurrahman bin Mahdy wafat 198 H
• Yahya bin Sa’id Al-Qaththan wafat 198 H
• Imam Syafi’i wafat 204 H

5. Murid-Murid atba’ Tabi’it Tabi’in :

• Ahmad bin Hambal wafat 241 H
• Yahya bin Ma’in wafat 233 H
• Ali bin Al-Madini wafat 234 H
• Abu Bakar bin Abi Syaibah Wafat 235 H
• Ibnu Rahawaih Wafat 238 H
• Ibnu Qutaibah Wafat 236 H

6. Kemudian murid-muridnya seperti:
• Al-Bukhari wafat 256 H
• Muslim wafat 271 H
• Ibnu Majah wafat 273 H
• Abu Hatim wafat 277 H
• Abu Zur’ah wafat 264 H
• Abu Dawud : wafat 275 H
• At-Tirmidzi wafat 279
• An Nasa’i wafat 234 H

7. Generasi berikutnya : orang-orang generasi berikutnya yang berjalan di jalan mereka adalah:
• Ibnu Jarir ath Thabary wafat 310 H
• Ibnu Khuzaimah wafat 311 H
• Muhammad Ibn Sa’ad wafat 230 H
• Ad-Daruquthni wafat 385 H
• Ath-Thahawi wafat 321 H
• Al-Ajurri wafat 360 H
• Ibnu Hibban wafat 342 H
• Ath Thabarany wafat 360 H
• Al-Hakim An-Naisaburi wafat 405 H
• Al-Lalika’i wafat 416 H
• Al-Baihaqi wafat 458 H
• Al-Khathib Al-Baghdadi wafat 463 H
• Ibnu Qudamah Al Maqdisi wafat 620 H

8. Murid-Murid Mereka :
• Ibnu Daqiq Al-led wafat 702 H
• Ibnu Taimiyah wafat 728 H
• Al-Mizzi wafat 742 H
• Imam Adz-Dzahabi (wafat 748 H)
• Imam Ibnul-Qoyyim al-Jauziyyah (wafat 751 H)
• Ibnu Katsir wafat 774 H
• Asy-Syathibi wafat 790 H
• Ibnu Rajab wafat 795 H

9. Ulama Generasi Akhir :
• Ash-Shan’ani wafat 1182 H
• Muhammad bin Abdul Wahhab wafat 1206 H
• Muhammad Shiddiq Hasan Khan wafat 1307 H
• Al-Mubarakfuri wafat 1427 H
• Abdurrahman As-Sa`di wafat 1367 H
• Ahmad Syakir wafat 1377 H
• Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh wafat 1389 H
• Muhammad Amin Asy-Syinqithi wafat 1393 H
• Muhammad Nashiruddin Al-Albani wafat 1420 H
• Abdul Aziz bin Abdillah Baz wafat 1420 H
• Hammad Al-Anshari wafat 1418 H
• Hamud At-Tuwaijiri wafat 1413 H
• Muhammad Al-Jami wafat 1416 H
• Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin wafat 1423 H
• Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i wafat 1423 H
• Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidhahullah
• Abdul Muhsin Al-Abbad hafidhahullah
• Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafidhahullah

Sumber: Makanatu Ahli Hadits karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali dan Wujub Irtibath bi Ulama dengan sedikit tambahan.

Rabu, 12 Juni 2013

Belajar Hadits dengan Manzhumah Baiquniyyah



منظومة البيقونية
أَبْـدَأُ بِالحَمْـدِ مُـصَلِّياً علـى * مُحَمَّــدٍ خَيْرِ نَبيِّ أُرْسِـلا
Aku memulai dengan memuji Allah dan bershalawat atas Muhammad, nabi terbaik yang diutus
وَذي مـنْ أقسـامِ الحَديثِ عِدَّهْ * وَكُـلُّ وَاحِـدٍ أَتَى وَعَـدَّهْ
Inilah berbagai macam pembagian hadits.. Setiap bagian akan datang penjelasannya
أَوَّلُهَا الصَّحِيحُ وَهُـوَ مَا اتَّصَـلّْ* إسْنَادُهُ وَلَمْ يَشُـذَّ أَوْ يُعَـلّْ
Pertama hadits shahih yaitu yang bersambung sanad nya, tidak mengandung syadz dan ‘illat
يَرْويهِ عَدْلٌ ضَـابِطٌ عَنْ مِثْلِـهِ  * مُعْتَمَـدٌ فِي ضَبْطِهِ وَنَقْلِـهِ
Perawi nya ‘adil dan dhabith yang meriwayatkan dari yang semisalnya (‘adil dan dhabith juga) yang dapat dipercaya ke-dhabith-an dan periwayatan nya
وَالحَسَنُ المَعْروفُ طُرْقـاً وَغدَتْ * رِجَالَهُ لا كَالصَّحِيحِ اشْتَهَرَتْ
(Kedua) Hadits Hasan yaitu yang jalur periwayatannya ma’ruf.. akan tetapi perawinya tidak semasyhur hadits shahih
وَكُلُّ مَا عَنْ رُتْبَةِ الحُسْنِ قَصُـرْ * فَهُوَ الضَّعِيفُ وَهْوَ أَقْسَامَاً كَثُرْ
Setiap hadits yang lebih rendah dari derajat hadits hasan adalah hadits (ketiga) Dhaif dan terbagi atas banyak bagian
وَمَـا أُضِيفَ لِلنَّبي المَرْفُــوعُ * وَمَـا لِتَابِعٍ هُـوَ المَقْطُـوعُ
Hadits yang disandarkan kepada nabi adalah Hadis Marfu’, dan yang disandarkan kepada Tabi’in adalah Hadits Maqthu’
والمُسْنَدُ المُتَّصِلُ اْلإسْنَادِ مِــنْ * رَاوِيهِ حَتَّى المُصْطَفَى ولَمْ يَبِنْ
Hadits Musnad adalah yang bersambung sanadnya perawinya sampai kepada nabi tanpa terputus
وَمَـا بِسَـمْعِ كُلِّ رَاوٍ يَتَّصِـلْ * إسْنَادُهُ لِلْمُصْطَفَى فَالْمُتَّصِـلْ
Hadits yang setiap perawi nya mendengar satu sama lain dan bersambung sanad nya sampai nabi maka disebut Al Muttashil (bersambung)
مُسَلْسَلٌ قُلْ مَا عَلَى وَصْفٍ أَتَى * مِثْلُ أَمَا وَاللـهِ أَنْبَانِي الْفَتَـى
Hadits  Musalsal adalah hadits yang dibawakan dengan menyertakan sifat (yang selalu sama) seperti perkataan perawi “Ketahuilah, Demi Allah telah memberitahuku seorang pemuda”
كَـذَاكَ قَـدْ حَدَّثَنِيهِ قَائِمــا * أَوْ بَعْـدَ أَنْ حَدَّثَنِـي تَبَسَّـما
Begitu juga seperti “Si Fulan Telah bercerita kepadaku sambil berdiri” atau “setelah bercerita kepadaku, ia tersenyum”
عَزِيزُ مَرْوِي اثْنَينِ أَوْ ثَلاَثَــهْ * مَشْهُورُ مَرْوِي فَوْقَ مَـا ثَلاَثَهْ
Hadits ‘Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua atau tiga orang perawi sedangkan Hadits Masyhur diriwayatkan oleh lebih dari tiga perawi
مُعَنْعَنٌ كَعَنْ سَعِيدٍ عَـنْ كَـرَمْ * وَمُبْهَمٌ مَـا فيهِ رَاوٍ لَمْ يُسَـمّْ
Hadits  Mu’an’an itu seperti perkataan perawi “dari sa’id, dari Karom” dan Al Mubham itu hadits yang perawinya tidak diberi nama
وَكُـلُّ مـَا قَلَّتْ رِجَالُهُ عَـلاَ * وَضِـدُهُ ذَاكَ الَّذِي قَدْ نَـزَلاَ
Setiap hadits yang sedikit perawinya disebut hadits ‘Aaliy dan kebalikannya disebut hadits Naazil
وَمَا أَضَفْتَهُ إِلى الأَصْحَـابِ مِنْ * قَوْلٍ وَفِعْلٍ فَهْوَ مَوْقُوفٌ زُكِنْ
Perkataan atau perbuatan yang kau sandarkan kepada Sahabat adalah Hadits Mauquf
وَمُرْسَـلٌ مِنْهُ الصَّحَابِيُّ سَقَطْ * وَقُلْ غَرِيبٌ مَا رَوَى رَاوٍ فَقَطْ
Hadits Mursal adalah hadits yang perawinya gugur di tingkat Sahabat dan katakanlah Hadits Gharib itu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi saja
وَكُـلُّ مَا لَـمْ يَتَّصِلْ بِحَـالِ * إِسْـنَادُهُ مُنْقَطِعُ اْلأوْصَـالِ
Setiap hadits yang tidak bersambung sanadnya disebut Hadits Munqathi’
وَالمُعْضَلُ السَّـاقِطُ مِنْهُ اثْنَـانِ * وَمَـا أَتَى مُدَلَّسـاً نَوْعَـانِ
Hadits Mu’dhal adalah hadits yang gugur pada sanadnya dua rawi. Hadits yang ditadlis ada dua macam
الأَوَّلُ الاسْـقَاطُ للشَّيْخِ وَأنْ * يَنْقُـلَ عَـمَّنْ فَوْقَهُ بِعَنْ وَأَنْ
Pertama, menggugurkan syaikhnya dan menukil dari perawi di atas nya dengan kata ” dari (عَنْ) ” dan “bahwa (أَنَّ)”
وَالثَّانِ لا يُسْـقِطُهُ لَكِنْ يَصِفْ * أَوْصَـافَهُ بِمَا بِـهِ لا يَنْعَـرِفْ
Kedua, tidak menggugurkan (syaikh) nya akan tetapi mensifatinya dengan sifat yang tidak dikenal
وَمَا يُخَـالِفْ ثِقَةٌ فِيـه المَـلا * فَالشَّاذُّ وَالمَقْلُوبُ قِسْمَانِ تَـلا
Hadits (tsiqah) yang menyelisihi hadits yang (lebih) tsiqah disebut dengan Hadits Syadz. Hadits Maqlub ada dua jenis
إِبْـدَالُ رَاوٍ مَا بِرَاوٍ قِسْــمُ * وَقَلْبُ إِسْـنَادٍ لِمَتْنٍ قِسْــمُ
Pertama, terganti (terbolak-balik) rawi yang satu dengan yang lain. Kedua, terbolak-baliknya sanad matan tertentu dengan sanad matan yang lain
وَالْفَـرْدُ مَا قَيَّدْتَـهُ بِثِقَــةِ * أَوْ جَمْعٍ أَوْ قَصْرٍ عَلَى رِوَايَـةِ
Hadits Fard adalah hadits yang kau kaitkan dengan periwayatan seorang yang tsiqah, atau periwayatan sebuah kelompok tertentu, atau terbatas/dikhusukan pada riwayatnya saja
 وَمَـا بِعِلَّةٍ غُمُوضٍ أَوْ خَفَــا * مُـعَلَّلٌ عِنْدَهُـمُ قَـدْ عُرِفَـا
Hadits yang mengandung cacat yang samar atau tersembunyi dikenal oleh Ahli Hadits dengan Hadits Mu’allal
وَذو اخْتِلافِ سَـنَدٍ أَوْ مَتْـنِ * مُضْطَرِبٌ عِنْدَ أُهَـيْلِ الْفَـنِّ
Hadits yang sanad atau matannya berselilih (memiliki perbedaan) menurut Ahli Hadits disebut Hadits Mudhtharib
وَالمُدْرَجَاتُ في الحَدِيثِ مَا أَتَتْ * مِنْ بَعْضِ أَلْفَاظِ الرُّواةِ اتَّصَلَتْ
Hadits Mudraj yaitu hadits yang datang (ditambahkan) pada (sanad atau matan) nya  sebagian lafaz-lafaz perawi
وَمَا رَوَى كُلُّ قَرِينٍ عَنْ أَخِـهْ * مُدَبَّجٌ فَاعْرِفْهُ حَقَـاً وَانْتَخِـهْ
Hadist yang diriwayatkan oleh setiap teman dari saudaranya disebut Hadits Mudabbaj
مُتَّفِقٌ لَفْظـاً وَخَطـاً مُتَّفِـقُ * وَضِدُّهُ فِيمَــا ذَكَرْنَا المُفْتَرِقْ
Kesesuaian lafaz dan tulisan (nama perawi) nya disebut Muttafiq dan kebalikan dari yang kami sebutkan disebut Muftariq
مُؤتَلِفٌ مُتَّفِقُ الخَطِّ فَقَـــطْ * وَضِدُّهُ مُخْتَلِفٌ فَاخْشَ الغَلَطْ
Mu’talif itu jika sesuai tulisan (nama perawi) nya saja (tidak lafaznya) dan kebalikannya disebut Mukhtalif maka waspadailah kekeliruan
وَالمُنْكَرُ الْفَرْدُ بِهِ رَاو غَــدَا * تَعْدِيلُهُ لا يَحْمِــلُ التَّفَـرُّدَا
Hadits munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang tidak diterima ta’dil nya dalam keadaan menyendiri
مَتْرُوكُهُ مَا وَاحِدٌ بِهِ انْفَــرَدْ * وَأَجْمَعُوا لِضَعْفِهِ فَهْوَ كَــرَدّْ
Hadits Matruk adalah hadits yang menyendiri perawinya dan mereka (para ahli hadits) menyepakati Kedhaifan Rawi tersebut dan menolaknya
وَالكَــذِبُ المُخْتَلَقُ المَصْنُوعُ * عَلَى النَّبِي فَــذَلِكَ المَوْضُوعُ
Hadits dusta yang dibuat-buat (dipalsukan) atas nama nabi maka itulah Hadits Maudhu’
وَقَــدْ أَتَتْ كَالجَوْهَرِ المَكْنُونِ * سَــمَّـيْتُهَا مَنْظُومَةَ البَيْقُونِي
Sungguh nadzham ini seperti Al Jauhar Al Maknun yang ku beri nama Mandzhumah Al Baiquuniyah
فَـــوْقَ الثَّلاثِينَ بِأَرْبَعٍ أَتَتْ * أقْسامُهَا ثُمَّ بِخَيرٍخُـتِمَتْ
Datang dengan 34 bait kemudian ditutup dengan baik

Senin, 11 Maret 2013

BIOGRAFI IMAM AN-NASAA-I DAN KITAB SUNAN-NYA



Penulis kitab Sunan An-Nasaa-i bernama Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Bahr An-Nasaa-i, beliau biasa dipanggil dengan kunyah Abu Abdurrahman. Beliau lahir pada tahun 215 Hijriyyah dan wafat pada tahun 303 Hijriyyah. Beliau dikenal sebagai hafizh hadits, Syaikhul Islam, pengkritik hadits dan penulis kitab As-Sunan[1], sebagaimana dijelaskan biografinya oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala jilid 14 halaman 125.
Kitab Sunan An-Nasaa-i ini adalah penyeleksian Imam An-Nasaa-i dari hadits-hadits lemah (dhaif) dari kitab Sunan Al-Kubra, sebuah karya hadis beliau sebelumnya, sehingga didalamnya hanya tersisa hadits yang beliau nilai shahih. Latar belakangnya adalah ketika sekembalinya dari perjalanannya menuju Mesir melewati Palestina, maka beliau singgah di kota Ramalah. Kemudian beliau ditanya oleh gubernurnya, “Apakah semua hadits yang terdapat dalam sunan-nya adalah hadits shahih?” beliau menjawab, “Tidak.” Gubernur berkata, “Pisahkan hadits yang shahih darinya!”
Maka beliau meringkasnya sebatas hadits-hadits yang dianggap shahih dan memberinya nama Al-Mujtaba atau al-Mujtana yang juga dikenal dengan nama As-Sunan Ash-Shughra.
Berkaitan dengan metodologi Imam An-Nasaa-i dalam As-Sunan, Ahmad bin Mahbub Ar-Ramli berkata, “Saya mendengar Imam An-Nasaa-i berkata, “Ketika saya bertekad mengumpulkan hadits (kitab as-sunan). Saya beristikharah kepada Allah dalam meriwayatkan hadits dari guru-guru yang mana di hatiku terdapat sedikit aib, kemudian saya memilih untuk meninggalkan riwayat mereka, lalu saya meninggalkan sejumlah hadits dari mereka yang semula saya banggakan.”
Jerih payah Imam An-Nasaa-i dalam menyusun kitab ini mendatangkan banyak pujian dari para ulama lain, misalnya Abu Al-Hasan Al-Ma’afiri, beliau berkata, “Apabila saya memperhatikan hadits yang dikeluarkan oleh ahli hadits, maka hadits yang dikeluarkan oleh imam an-Nasaa-i lebih mendekati shahih dibandingkan hadits yang dikeluarkan oleh selainnya.”
Al-Hafizh Ibnu Rasyid berkata, “Kitab an-Nasaa-i termasuk kutub Sittah yang paling sedikit –setelah ash-Shahihain- memuat hadits dhaif dan perawi cacat. Sunan Abu Dawud dan At-Tirmidzi mendekatinya dalam kategori itu. Sedangkan dari sisi yang lain, Sunan Ibnu Majah bersebrangan dengannya, karena ia bersendirian dalam meriwayatkan hadits dari orang-orang yang tertuduh berdusta.
Muhammad bin Mu’awiyah Al-Ahmar –perawi hadits dari An-Nasaa-i- berkata, “Semua kitab sunan adalah shahi, dan sebagiannya ma’lul, hanya saja illatnya tidak jelas. Dan hadits pilihan yang dinamakan dengan Al-Mujtaba adalah shahih semua.
Mengenai syarat An-Nasaa-i dalam menyusun kitab sunan ini telah diterangkan oleh Al-Hadfizh Abu Al-fadhl Muhammad bin Thahir, bahwa didalam kitab sunan An-Nasaa-i terdapat hadits-hadits yang shahih yang sederajat dengan syarat Shahih Al-Bukhari dan Muslim, lalu ada hadits yang shahih menurut syarat Ashabus Sunan, yakni meriwayatkan hadits-hadits dari kaum yang belum terjadi kesepakatan untuk meninggalkan mereka apabila haditsnya shahih, dengan sanad muttashil, tidak munqathi dan mursal. Terakhir, hadits-hadits yang mereka riwayatkan untuk melawan (hadits) dalam bab sebelumnya. Mereka meriwayatkannya, bukan memastikan keshahihannya. Barangkali perawinya telah menjelaskan illatnya dengan sesuatu yang mudah dipahami oleh ahli ilmu. Apabila ada yang bertanya, “mengapa mereka mencantumkan suatu hadits dalam kitab-kitab mereka, padahal hadits itu tidak shahih menurut mereka?” jawabnya terdiri dari tiga hal:
1.      Orang-orang telah meriwayatkannya, dan menjadikannya sebagai hujjah, maka mereka mencantumkannya dan menjelaskan cacatnya untuk menghilangkan syubhat.
2.      Bahwa mereka tidak mensyaratkan penamaan shahih sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Bukhari dan Muslim pada bagian kitab mereka.
3.      Hendaknya dilontarkan bantahan kepada orang yang mengatakan perkataan ini bahwa kita menyaksikan para fuqaha’ dan para ulama mencantumkan dalil pembanding dalam kitab-kitab mereka, padahal mereka yakin bahwa itu bukanlah dalil. Maka perbuatan mereka (pemilik kitab as-sunan) adalah sebagaimana perbuatan para fuqaha tersebut.
Adapun perhatian ulama terhadap kitab sunan An-Nasaa-i, maka mereka mencurahkan perhatian mereka kepadanya sebagaimana perhatian mereka terhadap Al-Kutub as-Sittah lainnya, baik dari sisi periwayatan, penyimakan, dan penyalinannya. Mereka menyusun biografi para perawinya bersama dengan para perawi al-Kutub As-Sittah.
Mengenai syarah an-Nasaa-i, diantaranya adalah Syarah Imam As-Suyuthi dan Hasyiyah Imam As-Sindi, dan keduanya telah dicetak. Selain kedua kitab tadi, Syaikh Muhammad Mukhtar Asy-Syinqithi rahimahullah telah memulai menulis Syarah Sunan an-Nasaa-i. Beliau baru mengeluarkan tiga jilid, tetapi kematian menjemputnya sebelum menyempurnakannya.[2]


[1] Muhammad bin Ja’far Al-Kattani mengatakan dalam ar-risalah Al-Mustathrafah, “Kitab As-Sunan menurut istilah ahli hadits adalah kitab hadits yang disusun berdasarkan bab-bab fikih, mulai dari bab iman, thaharah, shalat dan seterusnya. Di dalamnya tidak terdapat hadits mauquf, karena ia tidak disebut sunnah, tetapi bisa disebut hadits. Lihat ar-Risalah al-Mustathrafah, Muhammad bin Ja’far al-Kattani, hl. 32.
[2] Muhammad Mathar Az-Zahrani, Tadwin As-Sunnah An-Nabawiyyah; nasy-atuhu wa tathawwarahu. Terj. Muhammad Rum, MA, et al. (Jakarta: Darul Haq, 2012)

Kamis, 28 Februari 2013

Hadist dan Ahli Hadist Al-Azhar



Ini merupakan ringkasan dari ceramah ilmiah yang disampaikan oleh Syekh Usamah al-Sayyid al-Azhari dalam seminar berjudul “Hadis dan Ahli Hadis di al-Azhar” (الحديث والمحدثون في الأزهر الشريف) yang diadakan di Auditorium Imam Muhammad ‘Abduh, al-Azhar pada 25 Mei 2011 lalu. 
       Di sesi ke 4, Syekh Usamah Sayyid Al-Azhari berbicara mengenai topik “sumbangan dan khidmat ulama al-Azhar terhadap hadist”.Di awal topik,beliau menceritakan beberapa dakwaan dan cerita-cerita yg mengatakan bahwa Al-Azhar bukanlah madrasah Hadist dan bahwa Azhar tidak memiliki keilmuan dalam bidang hadits serta bahwa Azhar tidak memiliki kebiasaan ilmiah dalam bidang Hadits yang mampu menelorkan produk-produk ilmiah dalam bidang hadits serta para muhaddits. 
      Menurut dakwaan tersebut, dikatakan bahwa setelah al-Hafiz Murtadha al-Zabidi (w. 1205H) tiada lagi ulama yang memberi tumpuan terhadap hadis di al-Azhar, Mesir. Menurut Syekh Usamah,dakwaan tersebut muncul akibat kurang nya pengetahuan beberapa pendakwa tentang Sejarah Al-Azhar dan Para tokoh-tokohnya serta tidak adanya pengetahuan tentang produk-produk ilmiah berharga yang dihasilkan oleh Al-Azhar.Bisa jadi dakwaan itu muncul karena Al-Azhar sendiri bukanlah madrasah yang konsentrasi pada satu keilmuan saja.Padahal kalau kita lihat lewat sejarah Azhar serta usaha para tokohnya dalam bidang hadits,akan kita temui begitu banyak sumbangan Azhar dalam bidang hadits,baik dalam bentuk produk-produk keilmuan yang bermacam ragam seputar Hadits dan Ilmu-ilmunya maupun menelorkan para Muhaddits yang di hormati pada Zamannya. 
      Syekh Usamah lalu menyebutkan sebagian diantara bukti-bukti Khidmat Ulama-ulama Azhar dalam bidang Hadits.Bukti-bukti tersebut beliau kelompok kan ke dalam 8 poin.8 poin ini setidaknya cukup untuk membuktikan bahwa tiada satupun institusi pendidikan islam yang memberikan khidmat kepada Hadits seperti yang telah dilakukan oleh Al-Azhar.8 poin tersebut adalah : 

1.Men-Syarah (Memberi komentar) terhadap Kitab-Kitab Hadits Kubro dan Mu’tamad 
Antara tokoh-tokoh al-Azhar dalam bidang ini: 
- Syeikhul Islam ‘Ali al-Sa‘idi al-‘Adawi, beliau mengajar Sahih al-Bukhari selama 10 tahun. Beliau mensyarahkannya secara detail dari segi sanad dan matan. Antara muridnya ialah Syeikh al-Amir al-Maliki al-Kabir. 
- Syeikh Hasan al-‘Idwi al-Hamzawi, mengarang kitab Syarah Sahih al-Bukhari setebal 10 jilid. Kitab beliau ini pernah dicetak dengan huruf batu. 
- Dr. Musa Syahin Lasyin mengarang kitab Fath al-Mun’im fi Syarh Sahih Muslim dalam tempo 20 tahun. 
- Syekh. Muhammad Muhammad Abu Syahbah mengarang Tawfiq al-Bari di Syarah Sahih al-Bukhari yang dikarang dalam 15 jilid. Tapi kitab ini tidak dicetak hingga kini. 
- Prof. Dr. Ahmad ‘Umar Hasyim menyusun kitab Faidh al-Bari fi Syarh Sahih al-Bukhari. Ia telah diterbitkan hingga kini sebanyak 10 jilid dan masih ada 2 jilid lagi yang belum dicetak. 
- Dr. Muhammad Zakiyuddin Abu al-Qasim menyusun kitab Jami‘ al-Bayan fi Syarh Ma Ittafaq ’Alayhi al-Syaykhan, telah dicetak dalam 15 jilid. 
- Syeikh ‘Abdu Rabbuh Sulaiman menyusun kitab Syarah Jami‘ al-Usul oleh Ibn al-Athir. Kitab ini diberi Kata Pengantar oleh Para Ulama al-Azhar, terutamanya Musnid al-‘Asr Syeikh Ahmad Rafi‘ al-Tahtawi. 
- Syeikh Ahmad ‘Abd al-Rahman al-Banna al-Sa‘ati menghasilkan al-Fath al-Rabbani bi Tartib Musnad Ahmad bin Hanbal al-Syaybani, dan kemudian menyusun syarahnya Bulugh al-Amani. [Beliau turut menyusun dan mensyarah hadis-hadis Musnad Abi Dawud al-Tayalisi dan Musnad al-Syafi‘i]. 
Dan lain-lain. 
Bisa dikatakan amat sulit untuk menghitung karya-karya Ulama Al-Azhar dalam bagian ini secara detail mengingat jumlahnya yang begitu banyak.Bahkan menurut Syekh Usamah nyaris tiada satupun institusi keilmuan islam yang menghasilkan produk-produk Ilmiah bidang Hadits, terutama dalam masalah Syarah dari Kitab-Kitab yang Kubro dan Mu’tamad ini yang melebihi Al-Azhar. 

2.Mematangkan ilmu seputar Manahijul Muhadditsin (Metodologi Ahli Hadits) 
Ilmu Manahijil Hadits adalah ilmu yang nyaris mati dalam beberapa kurun lampau.Namun Dihidupkan lagi oleh ulama-ulama al-Azhar. Istilah Manahij al-muhadditsin kira-kira sama dengan istilah Syurut al-A’immah (syarat-syarat para imam) pada masa dahulu. Antara ulama yang mengarang mengenai Syurut al-A’immah ialah Ibn Mandah, al-Hazimi dan al-Maqdisi. Ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh ‘Abd al-Fattah Abu Ghuddah dalam tahkiknya ke atas kitab Syurut al-A’immah oleh al-Hazimi dan al-Maqdisi. 
Antara ulama al-Azhar yang menghasilkan karya mengenai manahij al-muhadditsin ini ialah: 
- Syeikh Muhammad Muhammad Abu Zahw mengarang kitab al-haditswa al-Muhadditsun. 
- Dr. Ahmad Muharram al-Syeikh Naji menulis kitab berjudul al-Daw’ al-Lami‘ al-Mubin ‘an Manahij al-muhadditsin setebal 2 jilid mengenai metodologi ahli hadis sehingga kurun ke-empat hijrah. 
Manahij al-muhadditsin merupakan antara subjek penting yang diajarkan di al-Azhar kini dan amat sangat banyak karya yang telah dikarang mengenainya. 

3.Mematangkan ilmu-ilmu istilah hadits 
Antara tokoh-tokoh al-Azhar dalam bidang ini: 
- Syeikh Muhammmad ‘Abd al-‘Azim al-Zurqani menyusun kitab Manhaj al-hadits fi ‘Ulum al-Hadith. 
- Syeikh Ahmad ‘Ali Ahmadin menyusun kitab Daw’ al-Qamar ‘ala Nukhbah al-Fikar. 
- Syeikh ‘Abd al-Wahhab ‘Abd al-Latif menyusun kitab al-Mukhtasar fi ‘Ilm Rijal al-Atsar dan al-Mu‘tasar fi ‘Ulum al-Atsar. 
- Syeikh Mustafa Amin al-Tazi mengarang kitab Maqasid al-haditsfi al-Qadim wa al-Hadith. 
- Syeikh Muhammad Muhammad al-Samahi menyusun kitab Manhaj al-haditsfi ‘Ulum al-haditssetebal 4 juz. Muridnya, Dr. Nuruddin ‘Itr memuji kitab ini yang mengandungi bahasan yang halus dan detail. Namun beliau sangat sedih karena kitab ini tidak disebarkan secara luas. Kitab ini lebih padat berbanding kitab Taujih al-Nazar oleh Syeikh Tahir al-Jaza’iri. 
Syeikh ‘Ali Jum‘ah pernah bertanya kepada Syeikh ‘Abd al-Fattah Abu Ghuddah: Apakah kitab yang perlu dibaca oleh penuntut ilmu hadis? Jawab beliau: Nuzhah al-Nazar, al-Nukat oleh Ibn Hajar, Tadrib al-Rawi, Fath al-Mughits dan Taujih al-Nazar oleh Syeikh Tahir al-Jaza’iri karena ia mengandungi falsafah ilmu hadis. 
Syeikhul Muhaddithin di zaman ini, Syeikh Dr. Ahmad Ma‘bid ‘Abd al-Karim mempelajari Fath al-Mughits secara lengkap dari Syeikh Muhammad al-Samahi. Menurutnya, Syeikh al-Samahi bisa jadi lebih besar ilmu dan lebih luas bahasannya dari al-Hafiz al-Sakhawi. 
- Syeikh Muhammad Muhammad Abu Syahbah mengarang kitab al-Wasit fi ‘Ulum Mustalah al-Hadith. Kitab ini wajar digandengkan bersama kitab Tadrib al-Rawi dan Fath al-Mughits. 
- Syeikh Muhammad Mahmud Ahmad Bakkar mengarang kitab Bulugh al-Amal min Mustalah al-haditswa ‘Ulum al-Rijal.Terdiri dari 2 jilid. 
Dan masih banyak lagi. 
Jika dihitung saja sejak dari tahun 1930-an hingga kini, niscaya akan ditemukan lebih dari 500 produk ilmiah seputar bidang ini. 

4.Menghasilkan produk-produk ilmiah seputar ilmu Takhrijul Hadits 
Antara tokoh-tokoh al-Azhar dalam bidang ini: 
- Syeikh ‘Abd al-Mawjud ‘Abd al-Latif menyusun kitab takhrij al-haditsberjudul Kasyf al-Litham, setebal 2 jilid. 
- Dr. ‘Abd al-Muhdi ‘Abd al-Qadir menulis kitab Turuq Takhrij al-hadits.Beliau mengatakan bahwa kitab tersebut adalah kitab pertama yang dikarang dalam spesifikasi Turuq Takhrij Hadits . Meskipun sebelumnya pernah al-Hafiz Ahmad Shiddiq al-Ghumari mengarang kitab berjudul Husul al-Tafrij bi Usul al-Takhrij, namun sayang kitab ini tidak diterbitkan begitu lama (baru diterbitkan beberapa tahun yang lalu). Maka, boleh dikatakan beliau Dr. ‘Abd al-Muhdi adalah orang pertama dari kalangan ulama al-Azhar yang menyusunnya secara lengkap. 
- Syeikh DR. Ridha Zakariyya mengarang kitab takhrij al-hadits yang sangat dipuji oleh Syeikh Ahmad Ma‘bid ‘Abd al-Karim. 
Takhrij al-hadits merupakan antara subjek penting yang diajarkan di al-Azhar kini dan amat banyak karya yang telah dikarang mengenainya. 

5.Mengadakan Majelis pembacaan dan penyampaian hadis, serta mengekalkan tradisi sanad dan ijazah. 
Majelis-Majelis pengajian hadis di al-Azhar pada masa lalu hingga saat ini merupakan majelis yang sangat banyak pelaksanaannya serta banyak dihadiri oleh para penuntut ilmu. Antara tokoh-tokohnya: 
- Al-‘Allamah Syeikh Yusuf al-Dijwi mengadakan majelis pembacaan Sahih al-Bukhari yang dihadiri oleh banyak penuntut ilmu, sebagaimana yang diceritakan oleh Syeikh Abu al-Hasan Zaid al-Faruqi dalam kitab Maqamat Khayr, dalam bahasa Urdu. Bahkan ada yang mengatakan bahwa majelis ini dihadiri oleh sekurang-kurangnya 500 orang sehingga lebih dari 1000 orang pendengar. 
- Syeikh Hasunah al-Nawawi, yang menjabat Syaikh al-Azhar dan Mufti Mesir pada waktu yang bersamaan , sebagaimana halnya Syeikh Muhammad al-Mahdi al-‘Abbasi (karena kebanyakan Syekh Al-Azhar dan Mufti mesir dijabat oleh orang yang berbeda). Beliau diperintahkan oleh Sultan ‘Abd al-Hamid al-‘Utsmani untuk membuat perkumpulan ulama yang ditugaskan untuk meneliti dan menerbitkan kitab Sahih al-Bukhari. Beliau lalu mengumpulkan 31 orang Ulama Al-Azhar.Lalu Perkumpulan ini mengumpulkan begitu banyak manuskrip sahih bukhori lalu melakukan pembahasan yang mendalam serta analisa terhadap manuskrip tersebut hingga perkumpulan tersebut berhasil menghasilkan sebuah cetakan yang mu’tamad tahun 1812 M yang kemudian dikenal dengan Cetakan Sultaniyyah, dan dianggap Naskah Sahih al-Bukhari yang paling sahih dan mu’tamad karena Cetakan ini berpegang kepada Naskah Syarafuddin al-Yunini. Meskipun Syeikh ‘Abd al-Hayy al-Kattani mengatakan Naskah Ibn Sa‘adah lebih utama berbanding Naskah al-Yunini. 
- Syeikhul Islam Salim al-Bisyri telah mengajar kitab hadis selama 30 tahun. Beliau sangat memberikan perhatian terhadap Sahih al-Bukhari. Muridnya, Syeikh Muhammad al-Makkawi juga sangat sungguh-sungguh dalam memberikan perhatian kepada Sahih al-Bukhari hingga ia mampu membetulkan Cetakan Sultaniyyah dalam bentuk jadwal yang detail. Jadwal ini kemudian diterbitkan oleh Syeikh ‘Ali Jum‘ah sebagai lampiran kitabnya tentang Sahih al-Bukhari. 
- Syeikh Ahmad Mahjub al-Rifa‘i al-Fayyumi mempelajari Sahih al-Bukhari dari Syeikh Mustafa al-Muballat yang mempelajarinya dari Syeikh Muhammad ‘Ali al-Syanawani (Wafat 1246 H), penyusun al-Durar al-Saniyyah fi Ma ‘Ala min al-Asanid al-Syanawaniyyah. Muridnya, Syeikh Taha bin Yusuf al-Sya‘bini mempelajari Sahih al-Bukhari dari beliau. Syeikh Ahmad Mahjub juga ikut mempelajari Sahih Muslim dari Syeikh Muhammad ‘Ilisy al-Maliki (Pen-syarah Mukhtasor Kholil ) . Kemudian beliau mengajarkannya dan antara muridnya ialah Syeikh Muhammad al-‘Adawi al-Maliki. Beliau juga bersungguh-sungguh dengan Sunan al-Tirmizi dan menghabiskan waktunya dengan meneliti dan membanding Naskah-Naskah al-Tirmizi. Naskah Sunan al-Tirmizi miliknya merupakan Naskah yang amat sahih dan detail, hingga Syeikh Ahmad Syakir menjadikannya sebagai sandaran dalam tahkiknya terhadap Sunan al-Tirmizi. 
- Syeikh Abu Hurairah Dawud al-Qal‘i mempelajari dan kemudian mengajar kitab Sahih al-Bukhari. Antara muridnya, Syeikh Al-Azhar Hasan al-Quwaisni yang turut mengajar kitab Sahih al-Bukhari. Antara murid al-Quwaisni ialah Syeikh Mustafa al-‘Arusi yang turut mengadakan majelis pengajian Sahih al-Bukhari dan pembacaan kitab Awa’il Syeikh ‘Abdullah bin Salim al-Basri. Antara murid al-‘Arusi pula ialah Syeikh ‘Abd al-Ghani al-‘Inani. Dikatakan, majelis beliau dihadiri oleh 200 atau lebih ulama al-Azhar. 
- Syeikh Ahmad Bikir al-Husaini (Pen-syarah kitab Al-Umm ) pernah mengadakan pengajian hadis di rumahnya dan dihadiri oleh Syeikh Muhammad ‘Abd al-Hayy al-Kattani dan tokoh-tokoh ulama lain. 
Demikianlah keadaan sejak dari zaman Syeikh Murtadha al-Zabidi hingga ke zaman Syeikh Mufti ‘Ali Jum‘ah, yang mempelajari Sahih al-Bukhari dari Syeikh ‘Abdullah al-Siddiq al-Ghumari . Selain Sahih al-Bukhari, Syeikh ‘Ali Jum‘ah juga mengajar kitab-kitab hadist Kubro yang lain. Maka jelaslah bahwa al-Azhar senantiasa sibuk dengan majelis pengajian hadis dan penyampaian ijazah sanad. 

6.Memberi perhatian seputar hadis terutama bidang Jarh wa Ta’dil , tashih dan tadh‘if. 
Antara tokoh-tokoh al-Azhar dalam bidang ini: 
- Syeikh Murtadha al-Zabidi menghasilkan sebuah kitab yang menakjubkan berjudul Ithaf al-Sadah al-Muttaqin, di mana beliau mensyarah dan mentakhrij hadis-hadis Ihya’ ‘Ulumiddin, setebal 13 jilid. Bahkan tatkala Imam Tajuddin al-Subki dalam Thobaqot kubro nya membuat sebuah Pasal tentang Hadits-hadits dalam kitab Ihya’ yang tidak beliau temui sanadnya,maka Imam Murtadha Al-Zabidi mengatakan bahwa beliau menemukan sanad-sanadnya serta asal-asalnya lalu beliau melakukan takhrij atas hadits-hadits tersebut. 
- Syeikh Ahmad Syakir seorang alim al-Azhar yang mahir tentang hadis, ‘ilal al-hadits, al-jarh wa al-ta’dil dan lain-lain yang tiada bandingnya di zamannya. 
- Al-Hafiz Syeikh ‘Abdullah al-Siddiq al-Ghumari pernah duduk selama 40 tahun di Mesir. Beliau telah menghasilkan kira-kira 300 karya yang kebanyakannya berkaitan dengan hadis. 
Antara tokoh-tokoh lain dalam bahagian ini ialah Syeikh Ahmad ‘Abd al-Rahman al-Banna as-Sa’ati, Syeikh Husain ‘Abd al-Majid Hasyim, Syeikh Ahmad Ma‘bid, syeikhul muhadditsin di zaman ini, dan lain-lain. 

7.Menyusun kitab-kitab hadis besar berbentuk al-Jawami’. 
Antara tokoh-tokoh al-Azhar dalam bidang ini: 
- Syeikh Mansur ‘Ali Nasif, beliau menyusun kitab al-Taj al-Jami’ lil Usul. 
- Syeikh Husain ‘Abd al-Majid Hasyim menyusun Ensiklopedia Hadist setebal 14 jilid. Namun, ia tidak diterbitkan hingga kini. 
- Syeikh Habibullah al-Syinqiti mengarang kitab Zad al-Muslim fima ittafaqa ‘alaih bukhori wa muslim. Begitu banyak Ulama-ulama al-Azhar mempelajari Sahih Muslim dari beliau. 

8.Tahkik dan Takhrij manuskrip hadis ke dunia penerbitan. 
Antara tokoh-tokoh al-Azhar dalam bidang ini: 
- Syeikh ‘Abd al-Wahhab ‘Abd al-Latif, seorang alim yang giat mentahkik kitab-kitab ilmu. Antaranya ialah mentahkik kitab Tadrib al-Rawi yang diterbitkan dengan penuh teliti. 
- Syeikh Sayyid Ahmad Saqr pula mentahkik 3 jilid dari kitab Fath al-Bari, Dala’il al-Nubuwwah oleh al-Bayhaqi, Adab al-Syafi‘i oleh al-Bayhaqi, al-Ilma‘fi taqyidis Sama’ oleh Qadhi ‘Iyadh dan lain-lain. Beliau memang seorang alim yang pakar tentang ilmu tahkik manuskrip. 

Kesimpulan 
        Sesungguhnya Al-Azhar Asy-Syarif adalah Madrasah Hadits Terbesar di Dunia yang tidak ditemukan bandingannya dalam memperhatikan dan membahas Hadits dari begitu banyak segi bahasan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Al-Azhar dan Ulama-ulama Al-Azhar.Seandainya semua usaha tersebut di buku kan , sungguh akan memerlukan penulisan yang sangat panjang.Maka sebenarnya dakwaan bahwa pengkajian hadits sudah terhenti di Azhar ataupun dakwaan bahwa kebiasaan dan budaya hadist di Al-Azhar sudah hilang ,sesungguhnya adalah dakwaan yang tidak berdasar yang di dakwa oleh orang yang tidak mengetahui.Semoga Allah melindungi Al-Azhar dari fitnahan dan dakwaan keburukan dan semoga Allah senantiasa mengjadikan Al-Azhar,bukan saja sebagai institusi yang konsen dalam satu bidang keilmuan saja,namun juga seluruh keilmuan yang ada.Amin
dikutip dari: http://zamzamisaleh.blogspot.com/search/label/Al-Azhar